RUU Peradilan Agama Tentang Perkawinan, Nikah Siri Didenda Rp 5 Juta

Posted by Yoga Ailala on Wednesday, July 13, 2011


Rancangan Undang Undang (RUU) Peradilan Agama Tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami dan kawin kontrak sudah berada di tangan Setneg. Departemen Agama (Depag) masih menunggu jawaban Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas RUU tersebut.
“Yang jelas sudah di Setneg. Kami belum tahu disetujui presiden atau tidak,” ujar Direktur Bimas Islam Depag Nasaruddin Umar, Jumat (27/2).
Menurut Nasaruddin, RUU diharapkan akan segera dibawa ke DPR, karena pembasannya sudah dilakukan sejak setahun lalu. Ia juga berharap proses legislasi RUU itu segera tuntas dan bisa diberlakukan. “Saya juga nggak tahu terakhir perkembangannya,” imbuh Nasaruddin.
Nasaruddin menjelaskan, isi RUU itu juga akan memperketat tentang nikah siri, kawin kontrak dan poligami. Namun RUU itu tidak membahas soal ahli waris dalam perkawinan Islam. Dalam RUU tersebut, nikah siri dianggap ilegal sehingga pasangan yang menjalani pernikahan model itu akan dipidanakan. “Ada kurungan maksimal 3 bulan dan denda maksimal Rp 5 juta,” ujar Nasaruddin.
Menurut Nasaruddin, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Selain itu, setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara.
Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. Perkara perkawinan kontrak, dengan alasan apa pun, kata dia, tidak dibenarkan. Pengaturan warisan dalam perkawinan Islam, ia menjelaskan, juga tidak dibatasi 2:1 untuk ahli waris laki-laki dan perempuan.
Nasaruddin menambahkan, nikah siri, poligami dan kawin kontrak dipidanakan karena banyak pihak yang dirugikan atas pernikahan ini. “Yang dirugikan kebanyakan perempuannya,” kata dia.
Penghapusan praktik nikah siri ini kerap dilontarkan para aktivis perempuan. Alasannya tidak ada hukum positif yang mengatur pernikahan itu, sehingga bila ada aksi kekerasan di dalamnya korban yang biasanya perempuan kurang mendapat perlindungan. Bahkan, UU kekerasan dalam rumah tangga pun hanya mengatur aksi kekerasan di dalam ikatan perkawinan resmi
sumber : surya.co.id

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment